Minggu, 25 Desember 2011

Makan Ala Rasullullah

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi)

Makan tak lagi sekedar rutinitas. Namun juga telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat. Cara dan posisi makan, tata hidang berikut alatnya, hingga busana yang dikenakan juga menganut ‘ideologi’ tertentu. Repotnya, model yang dianut (lagi-lagi) adalah tata cara Barat. Bagaimana agama Islam nan sempurna ini mengatur tata cara makan? Simak bahasannya!

Islam adalah dien rahmat bagi alam semesta. Dien yang menjelaskan segala bentuk kemaslahatan manusia, mulai dari masalah yang paling kecil dan ringan hingga masalah yang paling besar dan berat. Islam sebagai rahmat telah memberikan arahan kepada pemeluknya untuk tidak mendekati perkara-perkara yang akan memudharatkan dirinya. Demikianlah kesempurnaan Islam yang hujjahnya sangat jelas dan terang, malamnya bagaikan siang. Sehingga tidak ada satupun permasalahan yang tersisa melainkan telah dijelaskan di dalamnya.
Namun dalam menerima kesempurnaan ini, sebagian umat Islam ada yang tidak puas sehingga:
1. Melakukan tindak kriminal dalam agama yaitu dengan menambah syariat Rasulullah n, lalu dijadikan sebagai jalan menuju ridha Allah. Dari tindak kriminal ini lahirlah konsep akal bahwa jalan menuju Allah itu banyak dan bukan satu. Ada yang cepat menyampaikan ke tujuan dan ada yang lambat. Kiasnya seperti perjalanan yang ada di dunia. Berangkat dari pemahaman ini, maka semua jamaah dan semua aliran yang muncul di dalam Islam -sekalipun mengajak kepada kekufuran- tidak bisa disalahkan. Sehingga ketika ada yang tampil menjelaskan kebatilan sebagian atau semua aliran tadi, justru dituding sebagai tindakan ghibah atas saudaranya seiman, sementara ghibah itu haram.
Tindak kriminal lainnya adalah mengentengkan syariat Allah dan Rasul-Nya n sehingga menghilangkan kecemburuan terhadap agama. Tindakan ini mengajak masyarakat untuk bersikap permisif, membiarkan kemungkaran eksis dan tumbuh di dalam lingkungannya. “Yang alim silahkan alim. Yang berjudi, berzina, mencuri, dan yang mabuk silahkan. Yang penting tidak saling usik dan mengganggu. Biarkan berjalan pada jalannya masing-masing dan jika berselisih, kita saling memaafkan.” Kedua bentuk kriminal telah melahirkan setan-setan yang bisu, jelas hal ini bertentangan dengan dien islam.
2. Melakukan studi perbandingan dan pendekatan agama sehingga lahir dari konsep ini menghomogenkan agama agar menjadi lebih sempurna.
3. Melakukan perombakan kiblat dengan melakukan penggalian kemajuan-kemajuan Barat untuk disinkronkan dengan kemajuan yang telah dicapai oleh Rasulullah n dan para shahabat beliau.
Jika penjelasan Allah dan Rasul-Nya tentang kesempurnaan dien Islam ini masih belum memuaskan mereka, lalu dengan keterangan siapa lagi mereka bisa yakin dan puas?

“Agar binasa orang-orang yang binasa di atas keterangan dan agar hidup orang-orang yang hidup di atas keterangan.” (Al-Anfal: 42)

Kesempurnaan Islam
Makan dan minum merupakan kebutuhan jasmani setiap orang dan akan bernilai rohani bila diniatkan untuk beribadah kepada Allah. Tidak ada satupun dari makhluk di muka bumi, yang melata sekalipun, yang tidak butuh makan dan minum. Allah telah banyak mengingatkan tentang kebutuhan ini di dalam firman-firman-Nya:

“Hai sekalian bani Adam, ambillah perhiasan-perhiasan kalian setiap kalian memasuki masjid, makan dan minumlah dan jangan kalian berlebih-lebihan.” (Al-A’raf: 31)

“Hai sekalian manusia makanlah apa-apa yang ada di muka bumi dari (rizki) yang baik dan halal.” (Al-Baqarah: 168)

“Hai sekalian para rasul, makanlah dari (rizki) yang baik dan beramal shalihlah kalian!” (Al-Mukminun: 51)

“Hai orang-orang yang beriman makanlah dari yang baik dari apa-apa yang kami rizkikan.” (Al-Baqarah: 172)
Dan masih banyak dalil-dalil yang menjelaskan hal itu. Semua dalil di atas memang tidak menunjukkan wajib namun hanya sebatas bimbingan, akan tetapi menjadi wajib bila meninggalkannya akan memudharatkan diri sendiri. Allah I berfirman:

“Dan janganlah kalian melemparkan diri kalian ke dalam kebinasaan.” (Al-Baqarah: 196)
Rasulullah n bersabda:

“Tidak boleh berbuat mudharat bagi dirimu dan memudharatkan orang lain.”
Kaitannya dengan makan sebagai kebutuhan jasmani, Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan perhatian yang sempurna dengan mengatur, mengarahkan dan menjelaskan tentang zat makanan dan minuman serta tatacara menikmatinya. Semuanya bertujuan agar tidak timbul kemudharatan bagi setiap hamba. Allah telah menjelaskan di dalam firman-Nya:

“Pada hari ini aku telah menyempurnakan agama kalian dan telah mencukupkan nikmat-Ku atas kalian dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian.” (Al-Maidah: 5)
Bagi orang yang berjalan di atas kesempurnaan dien ini dengan menerima dan tunduk padanya, niscaya dia akan menemukan keindahan Islam dan kemudahan di dalam beragama ini. Dari Abdullah bin ‘Abbas c berkata:

Nabi ditanya: Agama yang paling dicintai oleh Allah? Rasulullah bersabda: “Agama yang lurus dan mudah.”1
Sebagai agama yang mudah:
1. Islam telah menjelaskan kepada kita segala jalan yang menyampaikan kepada Allah. Dan kita tidak dibiarkan membuat jalan selain jalan-Nya.
2. Islam tidak meninggalkan satupun dari sendi-sendi Islam kecuali telah memberikan arahan dan bimbingan kepada yang lebih maslahat. Dan dalam hal ini Islam menyelisihi/membedakan diri dari agama lainnya. Sampai-sampai salah seorang dari Yahudi mengatakan: ‘Sungguh nabi kalian telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai-sampai tatacara buang air.”2 Dan di antara mereka ada yang mengatakan: “Orang ini (Rasulullah n) tidak membiarkan sedikitpun dari urusan kita melainkan mesti dia menyelisihinya.”3

Makan Dan Minum Serta Adab-adabnya
Sebagai bentuk kesempurnaan syariat dan hikmah Allah di dalam menentukan urusan-urusan-Nya, Islam telah menjelaskan tatacara dan adab di dalam memenuhi kebutuhan jasmani setiap orang beriman agar mereka mendapatkan nilai yang besar di sisi Allah dan bernilai ibadah ketika melaksanakan hal itu.
a. Keadaan Bejana
Dianjurkan bagi setiap muslim untuk memperhatikan bejana yang dipakai, baik ketika memasak ataupun menghidangkannya. Tidak diperbolehkan bagi mereka untuk menggunakan bejana orang kafir. Dan bila tidak ada bejana lainnya, maka diperbolehkan dengan syarat bejana tersebut harus disucikan dari kotoran dan najis, bila bejana tersebut tadinya dipakai untuk memasak babi dan minum khamr. Dan bila bejana tersebut tidak dipakai untuk hal-hal kotor dan najis, hal itu diperbolehkan secara mutlak, sebagaimana sabda Rasulullah n dalam riwayat Jabir bin ‘Abdillah z:

“Di saat kami berperang bersama Rasulullah, kami mendapatkan bejana-bejana kaum musyrikin dan kendi-kendi minum mereka. Kemudian kami memanfaatkannya dan beliau tidak mencelanya.”4
Dari Abu Tsa’labah Al-Khusyani z, bahwa beliau bertanya kepada Rasulullah n:

“Sesungguhnya kami berada di tengah ahli kitab dan mereka memasak babi di panci-panci mereka dan meminum khamr di bejana-bejana mereka. Rasulullah bersabda : ‘Kalau kalian menjumpai yang lain, maka makan dan minumlah padanya. Dan jika kalian tidak menjumpai bejana lainnya, maka cucilah dengan air lalu makan dan minumlah (padanya)’.”5
Selain larangan memakai bejana orang kafir ketika makan dan minum, Rasulullah n juga melarang kita untuk makan dan minum dengan bejana emas dan perak, sebagaimana sabda Rasulullah n:

“Janganlah kalian minum memakai bejana emas dan perak… karena sesungguhnya (bejana emas dan perak tersebut) bagi mereka (orang kafir) di dunia dan bagi kalian di akhirat.”6
Rasulullah n bersabda:

“Orang yang minum dengan bejana perak, maka sesungguhnya akan dituangkan api jahannam dalam perutnya .”7
Bila hal ini dilakukan oleh seorang mukmin di dunia, dan dia belum bertaubat Rasulullah n menyatakan:

“Dia tidak akan minum dengannya di akhirat nanti.”8

Berdoa Sebelum Makan
Permasalahan yang sungguh sangat ringan, namun sering terlalaikan oleh sebagian kaum muslimin, yaitu berdoa sebelum makan. Padahal lebih ringan daripada mengangkat sesuap nasi ke mulut dan lebih ringan daripada menahan lapar. Yaitu membaca:

“Dengan nama Allah.”
Dan bila lupa membacanya kemudian ingat, kita diperintahkan untuk membaca pula yaitu:

“Dengan nama Allah, di awalnya dan di akhirnya.”
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah:

“Apabila salah seorang kalian makan suatu makanan, maka hendaklah dia mengucapkan ‘bismillah’ dan bila dia lupa di awalnya hendaklah dia mengucapkan ‘bismillah fii awwalihi wa akhirihi’.”9
Di dalam hadits yang lain dari shahabat yang membantu Rasulullah n selama 18 tahun, dia bercerita bahwa: “Dia selalu mendengar Rasulullah apabila mendekati makanan mengucapkan bismillah.”10

Hukum Membaca "Bismillah" Bukan "Bismillahirrahmanirrahiim" Ketika Makan

Berdasarkan dalil yang shahih dan sharih (tegas) di atas bahwa membaca bismillah ketika makan adalah wajib dan berdosa jika meninggalkannya. Rasulullah n bersabda kepada ‘Umar bin Abu Salamah dan saat itu dia masih kecil:

“Hai nak, sebutlah nama Allah dan makanlah kamu dengan tangan kanan.”11
Ibnul Qayyim berkata: “Yang benar adalah wajib membaca bismillah ketika makan. Dan hadits-hadits yang memerintahkan demikian adalah shahih dan sharih. Dan tidak ada yang menyelisihinya serta tidak ada satupun ijma’ yang membolehkan untuk menyelisihinya dan mengeluarkan dari makna lahirnya. Orang yang meninggalkannya akan ditemani setan dalam makan dan minumnya.” (Lihat Zadul Ma’ad 2/396)

Bolehkah Ditambah dengan ‘Arrahmanirrahim’?
Ada satu kaidah yang harus kita ketahui yakni berhenti di atas bimbingan Rasulullah n merupakan satu kewajiban. Dan sungguh betapa banyak yang tersesat jalan di dalam beragama karena mengentengkan permasalahan ini. Seseorang akan bisa menjadi salah satu musuh Islam yang paling berbahaya karena tidak mengikuti bimbingan Rasulullah n. Memang berjalan dengan tepat di atas petunjuk Rasulullah n untuk masa sekarang ini adalah hal yang berat bagi orang-orang yang tidak mendapatkan petunjuk Allah. Oleh karena itu bermunculanlah istihsanat-istihsanat (anggapan baik terhadap sesuatu yang bukan dari agama) di dalam agama. Padahal, kaidah menyatakan: sesuatu itu baik apabila agama menganggapnya baik dan jelek apabila dianggap jelek oleh agama. Orang dengan mudah mengatakan ‘Hal ini termasuk agama’ padahal tidak termasuk agama sedikitpun. Dan orang dengan mudah mengada-adakan dalam urusan agama padahal tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah n. Demikianlah akibat kejahilan terhadap agama, orang akan membeo tanpa ada rasa takut sedikitpun kepada Allah dan tanpa merasa salah di hadapan agama-Nya. Salah satu contoh adalah menambah doa makan dari “bismillah” menjadi “bismillahirrahmanirrahim”.
Asy-Syaikh Al-Albani t dalam kitab beliau Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah (1/152) mengatakan: “Membaca tasmiyah di permulaan makan adalah ‘Bismillah’ dan tidak ada tambahan padanya. Dan semua hadits-hadits yang shahih dalam masalah ini tidak ada tambahannya sedikitpun. Dan saya tidak mengetahui satu haditspun yang di dalamnya ada tambahan (bismillahirrahmanirrahim, pent.). Hal ini termasuk bid’ah di sisi ulama fuqaha.”
Kenapa kita dilarang, bukankah itu lebih sempurna dan lebih baik?
Jawabannya:
1. Kesempurnaan di dalam agama adalah kesempurnaan dalam mengikuti segala tuntunan Rasulullah n, tidak menambah dan tidak pula menguranginya.
2. Jika hal ini lebih baik, niscaya Rasulullah n akan mengajarkan kepada kita, dan akan dinukilkan oleh para shahabat beliau, dan merekalah yang pertama kali akan melakukannya.
3. Di dalam perbuatan ini ada unsur pembebanan diri dengan beban yang tidak datang dari syariat.
4. Perbuatan ini tergolong keluar dari bimbingan Rasulullah n , sementara kita meyakini bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah n. Kalau keluar dari jalan beliau dengan membuat jalan tersendiri atau menambah syariat yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah n berarti:
a. Menentang apa yang telah difirmankan oleh Allah tentang kesempurnaan Islam.
b. Mengangkat diri setara dengan Allah dalam pembuatan syariat.
c. Menuduh beliau n berkhianat dalam menyampaikan risalah sehingga perlu ditambah atau dikurangi.
d. Menuduh para shahabat Nabi g yang menukilkan kesempurnaan syariat tersebut berkhianat kepadanya.
Keempat hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah n dalam sabda beliau:

“Barangsiapa melakukan sebuah amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amalan tersebut tertolak.”12

Hati-hati Ditemani Setan
Setan akan ikut nimbrung bila engkau tidak berdoa ketika hendak makan dan minum. Hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah n dalam sabda beliau dan hikmah membaca bismillah ketika memulai makan adalah untuk melemahkan kekuatan setan. Rasulullah n bersabda:
“Apabila seseorang masuk ke dalam rumahnya, lalu dia menyebut nama Allah ketika masuk dan ketika makan, maka setan berkata (kepada teman-temannya): ‘Kalian tidak mendapatkan kesempatan bermalam (bersamanya) dan makan malam.’ Dan bila dia masuk rumah dan tidak menyebut Allah ketika masuknya, setan berkata (kepada teman-temannya): ‘Kalian akan mendapatkan kesempatan bermalam (bersamanya)’. Dan bila dia tidak menyebut nama Allah ketika makannya maka setan berkata (kepada-teman-temannya): ‘Kalian mendapatkan kesempatan bermalam dan makan malam (bersamanya).”13
Rasulullah n bersabda dalam riwayat Al-Imam Muslim no. 2017 dari shahabat Hudzaifah, beliau berkata: “Apabila kami makan suatu makanan bersama Rasulullah n, kami tidak meletakkan tangan kami di makanan tersebut, sampai Rasulullah meletakkan kedua tangannya, beliau (mulai)". Pada suatu hari kami makan bersama Rasulullah n, datanglah seorang budak wanita seakan-akan dia terdorong lalu bergegas meletakkan tangannya ke makanan tersebut. Rasulullah n mengambil tangannya, dan datang pula seorang A’rabi (orang dusun) seakan-akan dia terdorong (dan bergegas meletakkan tangannya pada makanan tersebut). Lalu Rasulullah n mengambil tangannya dan bersabda: “Sesungguhnya setan ikut menyertai dalam makanan bila tidak disebut nama Allah padanya. Sesungguhnya setan datang bersama budak perempuan ini lalu aku mengambil tangannya, dan dia datang bersama A’rabi ini lalu aku mengambil tangannya. Dan sesungguhnya tanganku memegang tangan setan bersama tangan budak tersebut.”

sumber: www.yufid.com